Motivasi berpangkal dari kata “motif”.
Biasanya motif diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri
seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu
tujuan. Menurut Mc.Donald (dalam Suyanto dan Asep;2012:70), motivasi adalah
perubahan energi pada diri seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan
dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Motivasi sangat berperan
dalam belajar, termasuk dalam belajar bahasa (Sudiana,2006:84). Motivasi dapat digunakan
sebagai pengerak di dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin
kelangsungan dan memberikan arah kegiatan, sehingga dapat mencapai tujuan dalam
proses belajar.
Motivasi
dibedakan ada dua jenis, yaitu motivasi internal dan eksternal. Motivasi
internal adalah dorongan yang datang dari dalam diri sendiri, sedangkan
motivasi eksternal merupakan dorongan yang datang dari luar diri. Yang
terpenting menurut Hopkins (dalam Suyanto dan Asep;201:71) adalah bagaimana
guru dapat memanfaatkan potensi dari motivasi intrinsik, dengan asumsi bahwa
motivasi intrinsik ada dalam pikiran dan hati para siswa. Guru perlu
memperhatikan persoalan motivasi dalam melaksanakan tugasnya. Guru perlu
meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Dengan motivasi meningkat diharapkan
tujuan pembelajaran bahasa bisa tercapai.
Dalam
rangka membangkitkan motivasi, guru harus mampu menunjukkan pentingnya
pengalaman dan materi pelajaran bagi kehidupan siswa, dengan demikian siswa
akan belajar bukan sekedar untuk memperoleh nilai atau pujian, tetapi didorong
oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya (Wina Sanjaya,2008:174)
Siswa
datang ke sekolah untuk belajar dengan beragam motivasi, seperti:
1.
Siswa yang sepenuhnya aktif. Siswa yang
sepenuhnya aktif adalah siswa yang siap dan mau mengerjakan tugas-tugas
sekolah. Siswa yang termasuk dalam kategori ini mungkin bukan yang paling
pintar di kelas dan mendapatkan nilai ujian tertinggi. Namun mereka adalah
siswa yang ulet, memiliki motivasi yang berasal dari diri sendiri, dan siap memberikan
kemampuan terbaiknya. Siswa-siswa seperti ini menyenangkan untuk diajar.
2.
Siswa yang bertanggung jawab. Siswa yang
sepenuhnya aktif adalah siswa yang memasuki keadaan kelas dalam keadaan siap
untuk melakukan apa pun yang kita minta, tetapi tidak lebih dari itu. Mereka
adalah para siswa yang penurut dan hormat, lebih termotivasi untuk menyenangkan
kita. Siswa ini semacam ini cukup mudah untuk diajar.
3.
Siswa yang belajar dengan setengah hati.
Siswa-siswa semacam ini biasanya lambat untuk mulai belajar dan cepat menyerah,
dan mereka bisa menjadi siswa yang agak membuat frustasi untuk diajar.
4.
Siswa yang menghindari belajar. Kita
mungkin akan menemukan siswa yang malas atau sama sekali tidak mau belajar. Siswa
semacam ini akan berusaha sebaik mungkin untuk menghindari belajar. Mereka
adalah siswa-siswa yang cendrung memiliki masalah kedisplinan, siswa yang
sangat sering membuat kita kesal.
Permasalahan
motivasi sering kali kita temukan di awal kehadiran siswa-siswa. Sebagain besar
guru masih sulit mengubah para siswa yang menghindari belajar dan yang belajar
dengan setengah hati, menjadi siswa yang bertanggung jawab dan pelajar yang
sepenuhnya aktif.
Belajar
dari Guru-guru Hebat
Mengajar
adalah pekerjaan yang sulit dan menantang (LouAnne Johnson;2008:3). Mengajar
adalah profesi yang paling indah di dunia. Mengajar memberikan tantangan dan
kesempatan yang tiada habisnya berkembang. Guru yang baik adalah guru yang memberikan inspirasi, motivasi dan
tantangan kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri siswa.
Seorang
guru yang bisa disebut sebagai guru hebat adalah guru yang memiliki trik khusus
untuk membuat siswa meningkatkan motivasi mereka. Guru hebat dapat
menginspirasi para siswa untuk belajar lebih keras. Sehingga siswa cenderung menaiki
Tangga Pembelajaran Aktif (Gambar 1).
Gambar
1. Tangga Pembelajaran Aktif terdiri atas:
Tingkat
1:Siswa yang sepenuhnya aktif
|
Tingkat
2: Siswa yang bertanggung jawab
|
Tingkat
3: Siswa yang belajar dengan setengah hati
|
Tingkat
4: Siswa yang menghindari belajar
|
Guru
hebat adalah guru yang mendapat komentar dari muridnya seperti, saya suka masuk
kelas, saya tidak suka membolos, Beliau membuat kami menyukai pelajaran drama,
dan lain-lain. Seorang guru tidak perlu mengubah kepribadian mengajar atau mengikuti
model tertentu. Sebaiknya, ciptakan ciri khas tersendiri dan cara kita sendiri
dalam mengajar sehingga dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
pembelajaran aktif. Para siswa perlu disentuh lebih dalam jika ingin
menginspirasi msiswa untuk melakukan yang terbaik yang mampu mereka lakukan.
Sebuah
Pendektan Penuh Inspirasi
Anthony (dalam
Nurjaya;2013:12) memandang pendekatan sebagai seperangkat asumsi yang paling
berkaitan, yang bersangkutan dengan hakikat bangsa, dan hakikat mengajar dan
belajar bahasa. Pendekatan dapat berupa cara pandang, filsafat, atau suatu
kepercayaan dari seorang guru.
Setelah bertahun-tahun, terbentuk
suatu pendekatan praktis yang dapt menggerakkan kemampuan positif luar biasa
yang dimiliki siswa. Pendekatan ini berdasarkan yang menyarankan suatu fokus
terhadap kebutuhan alamiah siswa (deCharms; Havighurst; Maslow; Raths; Thelen; White
dalam Merrill Harmin dengan Melanie Toth;2012:6).
Ada beberapa perbedaan dalam
pendekatan ini. Pertama, pendekatan ini menghususkan pada kebutuhan tertinggi
siswa, seperti kebutuhan para siswa untuk berfungsi secara utuh atau menjadi
seseorang yang mereka mampu. Kebutuhan defisiensi seperti kebutuhan makanan dan
keamanan ditempatkan kebutuhan tersebut menjadi latar belakang. Pendekatan berkonsentrasi
memunculkan kemampuan terbaik yang dimiliki oleh para siswa, yang sering kali
disertai dengan kemampuan positif yang belum diketahui oleh siswa itu sendiri.
Kunci kedua yang berbeda dalam
pendekatan ini adalah bahwa tujuannya bukanlah mengeluarkan potensi terbaik
siswa dengan cara yang biasa. Pendekatan ini berdasarkan realita dalam ruang
kelas oleh karena itu, tujuan pendekatan ini yaitu melihat para siswa
menerapkan potensi terbaik mereka pada tugas-tugas sekolah sehai-hari.
Perbedaan yang terakhir, tujuan yang
ingin dicapai dibuat dengan lebih konkret dan mudah diterapkan dengan fokus
dalam lima potensi yang dapat diarahkan oleh guru dan secara langsung berperan
pada keberhasilan sekolah.
Lima
Kunci Kemampuan Siswa
Lima
kemampuan siswa adalah dignity (martabat), energy, self management (manajemen
diri), community (komunitas), dan awareness (kepedulian). Sering disingkat
dengan DESCA. Dalam proses belajar mengajar, guru harus memperhatikan lima
kemampuan siswa tersebut.
Ketika
memaparkan materi Drama untuk SMA kelas XI, pembelajaran diawali dengan
mengucapkan salam “Om Suastiastu”. Setelah siswa menjawab salam dari guru, guru
akan melakukan presensi. Presensi dilakukan untuk mengetahui siswa yang hadir
dan siswa yang tidak hadir pada saat itu. Guru memberika acuan yang dapat
diartikan sebagai usaha guru dalam memberikan gambaran yang jelas mengenai apa
yang akan dipelajari siswa dan langkah-langkah apa yang akan ditempuh siswa.
Pertama, guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
1. Membaca
dan memahami teks drama yang akan diperankan.
2. Menghayati
watak tokoh yang akan diperankan.
3. Mengekspresikan
perilaku dan dialog tokoh protagonis, antagonis, atau tritagonis.
4. Mendiskusikan
pengekspresian perilaku dan dialog yang disampaikan teman.
Kedua, guru
menyampaikan tugas yang akan dikerjakan siswa yakni siswa akan mengekpresikan
perilaku dan dialog tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonis. Ketiga, guru
menyampaikan langkah-langkah kegiatan yakni guru akan menjelaskan secara umum
mengenai materi dan pembentukan kelompok.
Setelah itu guru menjelaskan materi
tentang drama. Guru menjelaskan pengertian drama, jenis-jenis drama, dan
unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik drama. Guru dalam menjelaskan materi melontarkan
beberapa pertanyaan pada siswa untuk memancing siswa ikut berpikir. Hal ini
dilakukan agar tidak hanya guru saja yang berbicara, tetapi siswa diajak untuk
berpartisipasi. Hal ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menyatakan pandangannya (dalam Suyanto dan Asep;2012:134). Misalnya, guru mengatakan
“Kalian pasti pernah menonton drama, menurut kalian apa itu drama?”, “Drama
yang seperti apa yang pernah kalian tonton?”, “Apa yang kalian ketahui tentang
tokoh antagonis, protagonis, dan tritagonis?”. Misalnya siswa menjawab
pertanyaan tentang tokoh antagonis. Ada siswa yang menjawab bahwa tokoh
antagonis adalah tokoh yang jahat. Selain itu ada siswa yang menjawab bahwa
tokoh antagonis adalah tokoh yang mempunyai sifat suka menyiksa tokoh yang
baik. Dalam hal ini guru perlu memberikan kesimpulan, menyempurnakan ataupun
meluruskan pemahaman siswa yang keliru. Guru menyampaikan bahwa tokoh antagonis
adalah tokoh penentang tokoh protagonis, yang biasanya memiliki sifat jahat.
Dalam proses diskusi, apabila ada siswa yang tidak bisa menjawab pertanyaan guru
dalam diskusi itu, guru tidak boleh meremehkan siswa. Jangan sampai kata-kata
yang dikeluarkan oleh guru dapat membuat siswa merasa diremehkan dan merasa
terhina karena dalam 5 kunci kemampuan siswa itu terdapat Dignity (Martabat) yang tidak boleh diabaikan oleh guru.
·
Dignity
(martabat)
Siswa
memiliki kemampuan bawaan untuk hidup dan bekerja penuh dengan harga diri. Dalam
diri siswa, mereka ingin hidup dan bekerja dengan penuh martabat. Mereka tidak
ingin diremehkan, direndahkan, dianggap tidak penting, dan tidak berharga.
Untuk dapat memberikan inspirasi kepada siswa belajar aktif dengan menjalankan
kelas dengan cara yang nyaman, yang mengasah, dan tidak menekan kemampuan siswa
untuk berkegiatan dengan penuh kehormatan. Kita dapat menghindari hal-hal yang
dapat mempermalukan siswa, memberikan hukuman yang dapat menyampaikan maksud
kasih sayang dan rasa hormat, menemukan cara praktis untuk menghadiahi siswa
setiap berusaha dengan sangat baik, dan menyampaikan harapan yang tinggi tanpa
meningkatkan rasa cemas.
Setelah
semua materi tersampaikan, siswa diarahkan untuk membentuk kelompok. Kelompok
yang dibentuk beranggotakan 5 orang siswa dan bersifat heterogen. Fungsi
kelompok adalah untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok ikut belajar (dalam
Suyanto dan Asep;2012:172). Pada
saat membentuk kelompok siswa diarahkan untuk duduk melingkar bersama
masing-masing kelompok. Dalam hal ini siswa diajak untuk bergerak (berpindah tempat),
menyalurkan energi yang dimiliki siswa. Dalam mengelola kelas, hal yang mendasar
yang mesti dikembangkan adalah siswa bergerak aktif ketika belajar, dengan
memanfaatkan indera sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh serta pikiran
terlibat dalm proses belajar. Dave Meiler
(dalam Suyanto dan Asep;2012:91) menyatatakan
bahwa gerakan fisik meningkatkan proses mental. Bagian otak manuasia yang
terlibat dalm gerakan tubuh (korteks motorik) terletak tepat di sebelah bagian
otak yang digunakan untuk berpikir dan memecahkan masalah. Dalam kelompok itu
pula, siswa dapat mengespresikan perilaku tokoh dengan gerakan-gerakan. Hal ini
diberikan karena dalam lima kunci kemampuan siswa juga dibahas mengenai energi
yang dimiliki siswa yang harus disalurkan.
·
Energi
Siswa
juga memiliki kemampuan alamiah untuk menjalani hidup dengan penuh semangat.
Mereka ingin menjalani hidup dengan penuh energi. Guru harus mampu mengasah
kemampuan siswa untuk hidup penuh energi. Siswa diharapkan dapat melakukan
tugas sekolah dengan energi yang nyaman dan tetap mengalir. Guru dapat
memanfaatkan kelompok-kelompok kecil, ajak siswa sesekali bergerak, dan ajak
seluruh kelas bernyanyi.
Guru
membebaskan siswa untuk memilih kelompokknya sendiri. Hal ini dilakukan untuk
melatih siswa untuk mengatur dirinya sendiri. Guru tidak perlu membagi siswa
sesuai dengan absen, atau cara lainnya. Guru hanya diberikan petunjuk bahwa
dalam kelompok tersebut terdiri dari lima orang siswa dan harus bersifat
heterogen. Guru membebaskan siswa memilih anggota kelompoknya dan memilih tokoh
yang akan diperankan serta membebaskan siswa dalam mengeksplorasi ekspresi dari
dialog tokoh yang terdapat dalam teks drama karena guru memperhatikan salah
satu aspek dari 5 kunci kemampuan siswa yakni Self Management (Manajemen Diri). Guru tidak perlu mencontohkan
bagaimana ekspresi-ekspresi yang ada dalam drama “Persahabatan” tersebut,
tetapi siswa diberikan kebebasan untuk mengekspor dirinya sendiri untuk dapat
mengekspresikan dialog-dialog yang ada di dalam drama.
·
Self
Management (Manajemen Diri)
Semua
orang memiliki kemampuan manajemen diri dan perlu dikemampuan ini dengan baik
kepada siswa-siswi. Guru menginginkan siswa dapat berpikir sendiri dan mengolah
diri sendiri. Untuk mengasah kemampuan manjemen diri guru dapat memasukkan
beberapa pilihan dalam setiap pekerjaan rumah, biarkan siswa memilih sendiri
rekan mereka untuk mengerjakan tugas, minta siswa membuat rencana pribadi untuk
mengajari siswa yang lebih muda.
Setelah
semua siswa mendapatkan kelompok siswa diberikan teks drama yang berjudul “Persahabatan”.
Siswa diarahkan untuk membaca dan memahami teks drama yang sudah dibagikan.
Setelah memahami teks drama tersebut, siswa dapat memilih tokoh yang diinginkan
untuk diperankan. Untuk dapat menghayati watak tokoh yang akan diperankan,
siswa tidak cukup membaca teks hanya satu kali tetapi mestinya berulang kali.
Dalam usaha memahami naskah drama tersebut, guru harus dapat mengontrol
kegiatan di masing-masing kelompok. Siswa harus mampu bekerjasama dengan
anggota kelompok lainnya. Jangan sampai dalam satu kelompok terdapat siswa yang
bermusuhan, hal ini dapat menganggu jalannya komunikasi. Hal ini juga berkaitan
dengan 5 kunci kemampuan siswa yang harus diperhatikan oleh guru yakni Communitas (komunitas).
·
Communitas
(Komunitas)
Para
siswa memiliki kemampuan untuk bergaul dan berhubungan baik dengan orang lainnya.
Mereka tidak mau ditolak atau dikucilkan. Mereka ingin berada dalam komunitas
bersama orang lain. Guru dapat melakukan pelajaran terstruktur, mendorong siswa
yang cerewet menciptakan ruang yang cukup, dan membentuk kelompok pendukung.
Selain
kerjasama dalam komunitas, guru juga harus membangkitkan rasa peduli siswa
terhadap siswa lainnya. Jika ada siswa yang tidak memahami watak tokoh yang
akan diperankan dapat bertanya dengan teman satu kelompoknya sebelum menanyakan
kepada guru. Dalam kelompok-kelompok ini diharapkan terjadi kerjasama yang
baik, tolong menolong sehingga tercapai tujuan pembelajaran. Hal ini juga
berkaitan dengan 5 kunci kemampuan siswa yang harus diperhatikan oleh guru
yakni Awareness (Kepedulian).
·
Awareness
(Kepedulian)
Semua
siswa memiliki wawasan. Mereka memiliki kemampuan untuk bersikap waspada, siap,
memperhatikan, dan mencermati. Guru selalu menginginkan siswa selalu dalam
keadaan siap dan penuh rasa ingin tahu. Oleh karena itu, siswa diajarkan untuk
tidak menekan, tetapi membentuk kemampuan berwawasan mereka. Untuk itu, kita
dapat mencari cara untuk membantu siswa yang memiliki kemampuan belajar lebih
lambat, mengubah apa yang dikerjakan jika kita mendapati perhatian siswa
bergeser, hindari membuat siswa yang berpikir cepat menjawab semua pertanyaan
kita, dan sertakan aktivitas yang disenangi siswa.
Setelah semua siswa membaca dan
memahami teks drama yang dibagikan guru, siswa boleh menanyakan masalah-masalah
yang ditemukan, yang tidak bisa dipecahkan di dalam kelompok. Guru akan
memberikan pemecahan masalah yang dimiliki siswa dan guru dapat memperbaiki
pemahaman siswa yang keliru. Jika semua siswa telah mengerti dan memahami tentang
teks drama, siswa ditugaskan dirumah melatih diri untuk mengekspresikan
perilaku dan dialog tokoh yang ada dalam teks drama tersebut, dan pertemuan
selanjutnya siswa mempraktekkan drama tersebut di depan kelas. Setelah segala
sesuatunya jelas, guru menutup pelajaran dengan salam “Om Shanti, Shanti,
Shanti Om”.
Menilai
Pembelajaran Aktif
Guru memegang
kendali besar untuk dapat membuat siswa mengekspresikan potensi-potensi DESCA
mereka dan menerapkannya dalam tugas sekolah sehari-hari. Pelaksanaannya dapat
diukur pula. Ada beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan DESCA. Pertama, skala DESCA untuk menilai keberhasilan kelas
(Gambar 2), dapat digunakan ketika kita ingin menilai kelas kita sendiri. Para guru ingin mengetahui hasil dari sudut
pandang siswa disarankan memilih instrumen yang mendekati bentuk kedua,
kuesioner DESCA (Gambar 3). Dapat juga digunakan Skala Pembelajaran Aktif
Sederhana (Gambar 4). Skala itu dapat diukur dengan beberapa cara, yaitu:
·
Setiap siswa mengisi lembar tersebut
setiap hari, tanpa mencantumkan nama. Guru akan menyortir lembar yang sudah
dikumpulkan dan membuat bagan yang menunjukkan perkembangan yang terjadi
seiring waktu.
·
Prosedur diatas dapat dilakukan pada
tiga hari yang dipilih acak setiap bulannya. Nilai perolehan dalam tiga hari
tersebut dirata-ratakan untuk menghasilkan satu nilai bulanan.
·
Untuk menyederhanakan penghitungan
nilai, angka 1 dan 2 dapat dikelompokkan dan dipetakan sebagai “keterlibatan
rendah” dan angka 3 dan 4 dapat dikelompokkan dan dipetakan sebagai
“keterlibatan tinggi”.
Mengedepankan
Pendidikan
Strategi-strategi
yang akan temukan mengambarkan cara-cara praktis untuk meningkatkan nilai dalam
penilaian pembelajaran aktif. Strategi-strategi tersebut menjabarkan bagaimana
setiap kita dengan cara kita sendiri dapat menjalankan kelas yang terus
memunculkan kemampuan DESCA. Para siswa cenderung memanjat naik Tangga
Pembelajaran Aktif, sehingga kita akan melihat semakin sedikit atau tidak sama
sekali siswa yang belajar setengah hati. Hasilnya yakni siswa lebih cepat dan
mudah dalam mengerjakan tugas, nilai-nilai ujian meningkat, masalah yang
berhubungan dengan kedisplinan menghilang, tingkat kehadiran meninggi, dan guru
dapat menikmati mengajar.
Sesungguhnya
sisi baiknya tampak menjalar melampui ruang kelas. Pengaruh yang dapat mengubah
hidup dari mantan guru kelas 1 sekolah dasar, yang dalam penelitiannya hanya
teridentifikasi sebagai “Miss A”(Pederson,Faucher,&Eaton dalam Merrill
Harmin dengan Melanie Toth;2012:12). Guru kelas satu sekolah dasar telah
memberikan pengaruh jangka panjang yang dramatis kepada para siswanya. Dia melakukan
lebih dari sekadar mengajari membaca, menulis, dan berhitung. Mungkin dia
melakukan yang disebut Marva Collis (dalam Merrill Harmin dengan Melanie
Toth;2012:15) dengan istilah ‘Mengajar dengan Bergairah’ (Hot Teaching). “Ketika kita membuat pelajaran menjadi hidup,”
Collis mengamati,”dengan apa yang disebut ‘Mengajar dengan Bergairah’, maka
semua anak akan menjadi pemenang.”
Kami
meyakini bahwa guru sekarang dapat mengarahkan tujuannya untuk membuat semua
anak menjadi pemenang. Tidak perlu lagi melakukan usaha sia-sia terhadap para
siswa yang tidak memiliki motivasi dan tidak disiplin. Tidak lagi bergulat dan
memaksa siswa yang enggan dan tidak mau belajar untuk berubah. Sekarang guru
tahu caranya siswa semacam itu dapat diberikan inspirasi untuk menjadi lebih terlibat secara aktif dan
bertanggung jawab.
Pendekatan
yang menginspirasi ini mungkin dapat menjadi cara yang paling efisien dan
mungkin merupakan satu-satunya untuk mengedepankan pendidikan. Memang sulit
mewujudkan kegiatan sekolah yang efektif, jika kemampuan siswa yang positif dan
konstruksi tidak diarahkan ke kegiatan sekolah
Bandingkan
pendekatan pembelajaran aktif dengan motivasi yang hanya berdasarkan pemberian
penghargaan dan hukuman yang berasal dari luar. Pendekatan ini cenderung akan
memberikan ancaman kepada siswa. Ancaman cenderung meningkatkan suasana kelas
yang negatif, menyebalkan, dan depresi di antara siswa dan guru. Menurut
Guthrie (dalam Asri Buningsih, 2005; 26) hukuman memegang peranan penting dalam
proses belajar. Namun Skinener (dalam Suyanto dan Asep:2012;91) tidak
menganjurkan digunakan hukuman dalam kegiatan belajar tetapi menggunakan
penguatan negatif. Skiner mengemukakan beberapa alasananya yakni (1) Pengaruh
hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara, (2) Dampak
psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi bila hukuman berlangsung lama,
(3) Hukuman mendorong si terhukum untuk mencari cara lain agar ia terbebas dari
hukuman.
Bukan
berarti pendekatan yang menginspirasi tidak disertai pemberian penghargaan dan
hukuman. Penghargaan, senyuman, dan hadiah dapat dengan baik mengispirasi para
siswa. Hukuman yang sesuai dapat menjadi cara terbaik untuk mengispirasi
seseorang agar mau memperhatikan dan mungkin mengubah perilaku. Agar berdampak
positif, hukuman harus bersadar pada suatu konteks kasih sayang. Siswa harus
yakin bahwa hukuman yang diberikan bukan untuk menyakiti atau akibat dari rasa
frustasi atau amarah. Siswa harus memahami hukuman adalah hasil kepedulian
tulus sehingga siswa belajar untuk menjadi lebih aktif dan bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri.
DESCA
sebagai suatu Tema yang Mengintegrasi
DESCA
dapat menjadi suatu tema yang mengidentifikasi. Ada banyak sekali
gagasan-gagasan baru bermunculan. Gagasan-gagasan baru ini rentan sekali
dipandang sebagai metode-metode pengembangan yang tidak saling berhubungan,
sekedar tren yang datang dan pergi, silih berganti. Mengajar merupakan suatu
profesi dalam bidang pertolongan. Apa pun tingkatan kelasnya atau mata
pelajarannya, pekerjaan kita pada
dasarnya membantu siswa. Selain itu, misi kita adalah bertujuan untuk membantu
para siswa belajar dengan cara yang dapat mengembangkan hal-hal positif dan
kontruktif di dalam diri mereka, misalnya kemampuan yang mereka miliki untuk
hidup dan bekerja dengan martabat diri, energi yang terus ada, manajemen diri
yang cerdas, perasaan berada di dalam komunitas, dan berkepedulian luas. Gagasan-gagasan
ini dapat membantu mengajarkan apa pun yang diajarkan dengan cara yang sesuai
dengan perkembangan DESCA. Dengan membuat setiap gagasan berperan dalam tugas
kita, yaitu melakukan yang terbaik yang kita dapat dilakukan, tindakan hal ini
dapat membantu kita terhindar dari melupakan gagasan yang lama sebaliknya tetap
membuat gagasan hidup dan fungsional bagi kita.
Gambar
4
Skala
Pembelajaran Aktif
Bagaimana
perasaanmu di kelas hari ini?
(Lingkari
salah satu angka)
1
|
2
|
3
|
4
|
Sangat
tidak aktif atau merasa bosan
|
Sering
kali merasa aktif dan siap
|
Cukup
aktif dan siap
|
Sangat
aktif dan siap
|
Daftar Pustaka
Budingsih, Asri.
2005. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta:Rineka Cipta
Harmin,
Merrill dan Melane Toth. 2012. Pembelajaran
Aktif yang Menginspirasi. Jakarta: Indeks
Johnson,
LouAnne. 2009. Pengajaran yang Kreatif
dan Menarik. San Fransisco:Indeks
Nurjaya.
2013. Metode Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Singaraja:Undiksha
Proborini,
Meiti W. 2006. Model-model Pembelajaran.
Denpasar: Universitas Udayana
Sanjaya,
Wina. 2008. Perencanaan
dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:Cendana
Sudiana.
2006. Interaksi Belajar Mengajar Bahasa
dan Sastra Indonesia. Sidoarjo:Media Ilmu
Suyanto
dan Asep Djihad.2012. Calon Guru dan Guru
Profesional.Yogyakarta:Multi Pressindo
Tim Edukatif. 2007. Kompeten Berbahasa Indonesia Untuk SMA Kelas XI. Jakarta:Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar